Senin, 26 November 2007





Ini jagoan-jagoan saya. Ki-ka : Ali, Hasan, Husain. Foto diambil di acara silaturahmi keluarga besar kakek buyutnya: Kakek Soedarbo di Bandung.





Naaahh...foto diatas saya. Nama lengkap saya Mutiah Aulia. Tebak orang mana hayooo? Orang-orang: suami, anak-anak, tetangga, karyawan, pelanggan, sebagian besar mereka menyapa saya dengan panggilan "Ummi" atau "teh muti". Masih chantik kan?

Jumat, 23 November 2007

Guru, Digugu dan Ditiru


Guru, adalah kata yang biasa dipergunakan untuk menyebut satu profesi seseorang yang pekerjaannya mengajar. Dalam kamus Besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ke 7 - tahun 1996, kata guru diartikan : Orang yang pekerjaannnya, mata pencahariannya, profesinya mengajar.

Setuju tidak setuju, praktisnya memang demikianlah kita memaknai guru dalam keseharian. Sekedar sebuah penunjukkan untuk membedakannya dari profesi-profesi lainnya arti guru diatas bolehlah kita pakai. Kita sebut pak guru atau ibu guru bagi mereka yang bermata pencahariannya mengajar kita di kelas.

Namun, dalam arti luas, pengertian guru tentu tidak hanya sebuah profesi. Ada makna lain yang lebih dalam dari sekedar profesi. Dalam penggunaan bahasa sering pula kita mendengar kata guru pada sebuah kalimat yang maknanya tidak hanya ditujukan kepada sekedar makna profesi. Sebagai contoh, kita sering mendengar kalimat Pengalaman adalah guru yang paling berharga atau Berguru kepalang ajar. Tentu pengertian guru pada kalimat tersebut tidak bermakna profesi, bukan?

Sebutan guru memang tidaklah monopoli untuk yang berprofesi mengajar. Siapapun yang tidak berprofesi atau bermata pencaharian sebagai guru pegawai, bisa saja disebut atau diakui sebagai guru, selama dalam dirinya terdapat sifat-sifat seorang guru, yaitu sifat teladan dan panutan bagi semua orang. Karenanya sering kita temui, ada orang yang diberi gelaran dengan gelar guru padahal orang tersebut tidak atau belum pernah menggantungkan mata pencaharian dari mengajar. Diantara contohnya, kita kenal orang-orang seperti: Mahatma Gandhi, Bung Karno, Gus Dur, dll. Walaupun mereka tidak berprofesi sebagai guru yang mengajar di kelas, namun bagi sebagian orang mereka diakui dan disebut sebagai gurunya.

Orang sering pula mengatakan, guru sejati ialah guru yang tidak dibatasi oleh ruang waktu. Dia tidak terikat oleh keterbatasan jam dan kelas untuk mendidik. Kemanapun ia pergi melangkah, ia adalah guru bagi diri dan sekitarnya. Lebih hebat lagi, bahkan ketika ia sudah lama meninggalpun masih banyak orang yang mengakui dan mengaguminya sebagi guru, padahal mungkin orang banyak itu tidak pernah bertemu atau berguru langsung kepadanya atau tidak satu zaman hidupnya dengan sang guru. Namun karena kecakapan ilmu, keteladanan dan dirasakan jasanya oleh banyak orang, ia senantiasa dikenang dan diakui sebagi guru dari generasi ke generasi. Subhanallah. Maha suci Allah yang telah menganugrahkan keistimewaan demikian kepada hambaNya.

Atau mungkin kitapun pernah merasakan hal yang sama tentang ini. Kita menganggap dekat dan mengagumi seorang tokoh sebagi guru kita, walaupun mungkin orang tersebut tidak kita kenal atau bahkan tidak hidup satu zaman dengan kita. Namun karena keteladanan dan jasa-jasanya yang kebaikannya kita rasakan hingga hari ini, kita merasa patut meneladaninya. Maka, kita menganggapnya sebagai guru. Bahkan ia menempati tempat yang istimewa dibelahan hati ini, sebagai guru senyata-nyata guru, serasa dekat dan kita kagumi, mungkin.


Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan mengharap (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab : 21)

Demikianlah bagaimana Islam mendidik kita untuk memberikan kedudukan istimewa dan memuliakan seorang guru. Meskipun mereka sendiri sebenarnya tidak minta diistimewakan, tapi kita wajar memberinya keistimewaan. menghormati, mendo’akan, memperlakukan istimewa dan mengabadikan namanya. Suatu pembalasan yang wajar dan sangat manusiawi.

Maka, bercermin dari dari Rasulullah Saaw, sebagai pengikutnya kitapun harus pandai menanamkan sifat guru dalam diri kita. Walaupun tidak menjadi guru pegawai atau guru ilmu bidang studi tertentu, setidaknya kita bisa menjadi guru dan menjadi penunjuk jalan agar orang lainpun mengikuti jejak kita dalam melakukan amal kebaikan ditengah masyarakat.


Selanjutnya, Kepada guru anak-anak kami di TK Amanah, SD pasir paros, SD Al Mabrur, di TPA AL Fitrah, di PAUD GPA, Pontren Al Ihsan baleendah yang seringkali disebut dan diiingat oleh anak-anak ketika mereka belajar, makan, hendak tidur dan bahkan, terlintas dalam mimpi mereka dan telah mendampat tempat di hati mereka. Terima Kasih. Atas segala amal kebaikan dan ketulusannya Semoga Allah SWT membalas segala amal baik Anda semua dengan nikmat yang berlipat.

Penutup, kami sambungkan pesan dari Rasulullah Saaw, guru kita sepanjang masa, mengenai keutamaan seorang guru :

Kelebihan seorang berilmu daripada seorang ibadat, bagaikan kelebihanku terhadap orang yang terendah diantara kamu. Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya dan semua penduduk langit dan bumi hingga semut yang didalam lobangnya dan ikan-ikan, selalu mendo’akan kepada guru-guru yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR At Tirmidi)
Wallhu a’lam bishawab.