Rabu, 15 Oktober 2008



“Jadian”

Malam, sepulang dari kantor sekitar pukul 20.00 dipintu rumah saya dihadang anak kedua saya, Ali. Setengah berbisik takut ketahuan oleh adik-adik dan umminya ia berujar mau bercerita kejadian rahasia yang dilewatinya tadi siang di sekolah. Masih dengan baju kantor dan berkaus kaki saya menurut saja ketika ia menarik lengan kelantai atas untuk membicarakan berdua di kamarnya. Sebuah kalimat yang membuat kepala seketika terasa berat terbebani meluncur polos dari bibirnya.
“Tadi siang di sekolah temen Ali jadian!”
Ruangan serasa gelap. Tubuh mendadak lemas. Rasa capek pulang kantor seolah bertambah-tambah. Berusaha menghilangkan rasa kaget, saya balik bertanya pura-pura tidak mengerti.
”Apa itu jadian?”
“Maksudnya jadian itu janjian jadi pasangan pacaran,” jawabnya polos.
“Siapa yang jadian pacaran?”
“A sama B” Ali menyebut dua nama temannya.
“Ali juga ikut jadian?” tanyaku
“Tidak. Ali diminta juga sih tapi Ali tidak mau.”
“Kenapa Ali tidak mau?”
“Kan kata abi pacaran haram?!”
Saya geli mendengar Ali menyebut pacaran haram. Entah pikiran anak-anaknya memahaminya seperti apa.
“Terus yang ngajak Ali jadian bilang apa?”
“Orangnya nggak bilang langsung, tapi pesan lewat temen. Dia bilang ada salam buat Ali dari C dia ngajak Ali buat jadian,” Ali kembali menyebut nama perempuan temannya.
“Ali kenal orangnya?”
“Iya lah, dia kan masih teman di kelas lima juga. Cuman beda kelas.”
“Terus Ali jawab, apa?”
“Terus Ali jawab, Wa’alaikum salam. Nggak terima kasih masih kecil. Lagian kan nggak boleh sama agama!”
“Pinter Ali, tahu darimana Ali jawaban itu?”
“Kan Abi dulu di rumah pernah ceramah menerangkan tentang pacaran. Jadi Ali ngerti. Trus Ali sering lihat Abi, kalau dapat salam dari orang lain Abi suka jawab wa a’laikum salam. Ali juga nggak mau dia sampai marah tersinggung.”
Lega hati ini. Gelisah yang baru saja datang menggelayuti perasaan perlahan menghilang berubah haru bercampur bangga. Tidak kusangka sedikit saja dari benih agama yang kutanam, secepat itu telah tumbuh kokoh menjadi pagar penjaga, diusianya yang baru sepuluh tahun, ditengah belantara pergaulan remaja dan masyarakat luas di negeri ini yang kian jauh dari bimbingan agama. Tanpa terasa menitik air mata.
Tidak tunggu waktu kuambil air wudhu. Rebah sujud shalat Isya. Dalam do’a kupanjatkan :
Terima kasih ya Allah
Dalam segala keterbatasan dan kelemahan hambaMu menjaga dan
mengawasi keluarga ini.
Eungkaulah sebaik-baik Penjaga & Pelindung.
Hasbunallah wa ni’mal wakil. Ni’mal maula wani’mannashir.
Alhamdulillahirabbu l alamin.”